HASIL PENELITIAN

SIKAP PETANI TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
MENJADI LAHAN NON PERTANIAN
DI DESA NOELBAKI KECAMATAN KUPANG TENGAH
KABUPATEN KUPANG

Oleh
Rucsy Aditya Kale; Leta Rafael Levis; dan Alfetri N.P Lango
Unuversitas Nusa Cendana Fakultas Pertanian

ABSTRACTS
This research was carried out at Noelbaki village, Kupang Center Subdistrict, Kupang Regency from June to July 2014. The aims of this research were to know; 1) The attitudes of farmers towards conversion of agricultural land into non agricultural land; 2) The factors that influence the attitudes farmers towards conversion of agricultural land into non agricultural land, and 3) The factors were affecting the conversion of agricultural land into non agricultural land.
The survey method was used in this study. The data used in this research are primary and secondary. The location of research was selected purposively due to the distance and cost easily to reach, as well the indication of land conversion from agricultural land into non agricultural land occurred and will be continuing. The respodent were selected using Quata techniques sampling, where from 5 hamlets in the village of 10 people at Noelbaki taken so that the number of samples totaling 50 people.
To answer the first purpose, the data was analyzed using a score average later the classification with Likert scale. For the second purpose, the data was analyzed using Spearman Rank Correlation. While the third objective, the data was analyzed descriptively.
The results are : 1) The respondent did not agree to the conversion of agricultural land into non-agricultural land; 2) The Socioeconomic factors that significantly influenced to the attitude towards conversion of agricultural land into non agricultural land were non formal education, whereas age, family size, formal education, income earned were not significantly influenced. The factors that influence the occcurrence conversion of agricultural land into non agricultural land were economic, cultural, behavioral, and lack of law enforcement.

Key Words : Attitudes Farmers, Conversion of Agricultural Land, Non Agricultural Land

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014, dengan tujuan untuk mengetahui: (1) sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian; (2) Faktor- faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian; (3) Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penentuan desa dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa Desa Noelbaki mudah dujangkau dari jarak dan biaya serta adanya fakta alih fungsi lahan pertanian. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Quata Sampling, dimana dari 5 dusun yang ada di Desa Noelbaki diambil 10 orang sehingga jumlah sampel seluruhnya berjumlah 50 orang. Untuk mengambil 50 orang sampel digunakan sistem acak sederhana.
Untuk menjawab tujuan pertama, data dianalisis dengan menggunakan skor rata-rata yang kemudian diklasifikasi dengan skala Likert, sedangkan untuk tujuan yang kedua, data dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman, dan tujuan yang ketiga data dianalisis secara deskriptif naratif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa petani memberikan sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dengan skor rata-rata 3,87. Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengarui secara nyata dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian pada É‘ 0,1% adalah pendidikan non formal. Sedangkan faktor umur, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan formal, penghasilan, pengalaman berusahatani tidak mempengaruhi secara nyata dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian adalah faktor ekonomi, budaya, perilaku, dan lemahnya penegakan hukum.
Kata Kunci : Sikap Petani, Alih Fungsi Lahan Pertanian, Lahan Non Pertanian

PENDAHULUHAN
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap pendapatan daerah, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka. Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian primer dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian sosial ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi lahan pertanian (Nasoetion, 2003).
Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak tahun 1990-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan pertanian belum berhasil diwujudkan padahal berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah sudah banyak dikeluarkan. Dalam beberapa hal alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lainnya bersifat dilematis. Pertambahan penduduk dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang pesat di beberapa wilayah memerlukan jumlah lahan yang mencukupi, namun demikian  pertambahan jumlah penduduk juga memerlukan supply bahan pangan yang lebih besar, yang berarti lahan pertanian juga lebih luas, sementara total luas lahan yang ada berjumlah tetap. Sebagai akibatnya, telah terjadi persaingan yang ketat dalam pemanfaatan lahan yang berakibat pada meningkatnya nilai lahan (land rent) sehingga penggunaan lahan untuk pertanian akan selalu dikalahkan oleh peruntukan lain seperti industri dan perumahan (Anonim, 2012).
Di sisi internal sektor pertanian sendiri terdapat karakteristik dari usahatani itu sendiri yang belum sepenuhnya mendukung kearah pelaksanaan pelestarian lahan pertanian yang ada. Sempitnya rata-rata luas lahan yang diusahakan petani karena proses fragmentasi yang disebabkan sistem waris pecah-bagi makin memarjinalkan kegiatan usahatani, sempitnya lahan berakibat pada tidak tercukupinya hasil kegiatan usaha pertanian untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi mencukupi mendorong penerapan teknologi baru untuk peningkatan produktivitas. Akibatnya yang terjadi kemudian bukan modernisasi (penerapan teknologi yang up to date) tapi penjualan lahan pertanian untuk penggunaan lainnya (alih fungsi lahan pertanian). Hal lain yang memperparah adalah dengan adanya desentralisasi maka daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan daerah yang lebih besar. Sehingga yang terjadi adalah daerah mengutamakan pengembangan sarana dan prasarana fisik yang juga berakibat pada penggunaan lahan sawah secara langsung atau peningkatan nilai lahan karena penawaran yang lebih baik (Simatupang, 2002).
Berdasarkan data yang dicatat pemerintah Desa Noelbaki, pertumbuhan penduduk dari tahun 2011 dan 2012 meningkat dari 6.108 jiwa menjadi 6.315 jiwa, dan pada tahun 2013 meningkat sebesar menjadi 6.537 jiwa, sehingga pertumbuhan penduduk Desa Noelbaki dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 429 jiwa (7,02%). Hal ini berbanding terbalik dengan luas lahan pertanian di Desa Noelbaki yang mencatat penurunan luas lahan pertanian pada tahun 2011 seluas 1.117 Ha (pertanian lahan basah 463 Ha dan pertanian lahan kering 654 Ha) menjadi 1.114 Ha (pertanian lahan basah 462 Ha dan pertanian lahan kering 652 Ha) dan pada tahun 2013 luas lahan pertanian yang tersisa tinggal 1.110 Ha (pertanian lahan basah 460 Ha dan pertanian lahan kering 650 Ha) atau dengan kata lain dalam kurung waktu tiga tahun belakangan ini luas lahan pertanian di Desa Noelbaki menurun seluas 7 Ha (0,62%) (Monografi Desa Noelbaki, 2013).
Alih fungsi lahan merupakan konsekuensi dari akibat meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta pembangunan lainnya. Alih fungsi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun konversi lahan pada kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Lahan pertanian dapat memberikan banyak manfaat seperti dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun akibat konversi lahan tersebut sehingga mengakibatkan sempitnya lahan pertanian yang akan mempengaruhi segi ekonomi, sosial, dan lingkungan tersebut. Jika konversi lahan pertanian ke non pertanian ini terus dilakukan dan tak terkendali, maka hal ini tidak hanya menjadi masalah bagi petani di pedesaan tetapi juga menjadi masalah nasional.
Padahal peraturan menganai pengendalian alih fungsi lahan pertanian menjadi menjadi lahan non pertanian sudah ada dalam undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, yang sudah jelas dalam pasalnya yang ke 44 mengatakan “Lahan yang sudah ditetapakan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialih fungsikan”. Hal tersebut bertujuan menjaga ketersedian pangan melalui sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan sehingga kemandirian pangan dapat terwujud.
Sebagai contoh alih fungsi lahan sawa di Desa Noelbaki yang mulai terjadi sejak tahun 2011 dan diikuti dengan pembangunan stasiun pengisihan bahan bakar umum (SPBU) yang mulai dibangun awal tahun  2013. Pembangunan SPBU ini secara langsung menghilangkan lahan pertanian dan secara tidak langsung menghilangkan mata pencarian sebagian petani. Selain itu, pembangunan SPBU berdampak pada perekonomian  masyarakat  didaerah  tersebut  sehingga  menimbulkan pro dan  kontra. Pihak yang menolak dan mendukung adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian selalu hidup berdampingan.

Perumusan Masalah
  Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian yang perlu dikaji adalah :
1. Bagaimana sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki ?
2. Faktor- faktor sosial ekonomi apa yang mempengaruhi sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki ?
3. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki ?

Tujuan Penelitian
  Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.  Sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.
2.  Faktor- faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Desa Noelbaki.

Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi kepada pemerintah selaku penentu kebijakan yang berkaitan dengan masalah alih fungsi lahan pertanian, agar dapat memperhatikan setiap lahan pertanian yang terancam berubah fungsinya sehingga kegiatan pertanian tetap terpelihara dan tidak tergesur oleh perkembangan zaman.
2. Sebagai bahan informasi kepada petani agar dapat mempertahankan lahan pertaniannya, yang tidak saja bermanfaat bagi petani dan keluarganya tetapi bagi masyarakat luas dan lingkungan sekitar.
3. Sebagai bahan informasi kepada pihak lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan.

METODE PENELITIA
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan dasar pertimbangan bahwa desa ini mudah dujangkau dari jarak dan biaya serta adanya fakta alih fungsi lahan pertanian., dan sebagian besar (42,86%) masyarakat di Desa Tuapukan bekerja di sektor pertanian sebagai petani  (Profil Desa Noelbaki, 2013).
Pengambilan sampel menggunakan teknik Quata Sampling artinya jumlah responden yang diambil disetiap dusun sama jumlahnya, karena di desa ini terdapat lima dusun maka masing-masing dusun diambil sebanyak 10 orang, sehingga jumlah sampel seluruhnya berjumlah 50 orang. Penentuan responden melalui sistem acak sederhana, artinya ke 10 orang yang diambil dari setiap dusun dipilih secara acak, dan setiap orang yang berada dimasing-masing dusun memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden.
       Kegiatan pengumpulan data penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang dan berlangsung selama dua bulan yaitu bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2014
Data yang diperoleh ditabulasi sesuai dengan tujuan penelitian:
1)      Untuk menjawab tujuan pertama yaitu mengetahui sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian di Desa Nolebaki digunakan Analisis Skor Rata-Rata dengan pendekatan Skala Likert lima kategori.
§  Untuk mengetahui apakah seorang responden berada dalam kategori tertentu dalam aspek sikap maka dilakukan perhitungan pencapaian skor maksimum sebagai berikut : pencapaian skor terendah = 1/5 x 100; skor tertinggi = 5/5 x 100 =100 (Levis,2013).


HASIL DAN PEMBAHASAN

       Desa Noelbaki termaksud salah satu desa di Kecamtan Kupang Tengah Kabupaten Kupan dengan luas wilayah 17,70 km², jarak desa dengan Ibukota Kecamatan yaitu 1 Km, sedangkan jarak ke Ibukota Kabupaten 16 Km dan terletak pada ketinggian 10 m dpl. Dari aspek klimatologis, Desa Noelbaki beriklim tropis dengan musim hujan yang berlangsung mulai bulan November hingga bulam Maret dan musim kemarau berlangsung antara bulan April sampai dengan bulan Oktober dengan rata-rata curah hujan 1.000 – 1.300 mm/tahun, serta suhu udara rata-rata 35ºC. Secara administratif, Desa Noelbaki memiliki batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kupang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Oelnasi, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mata Air, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanah Merah dan Desa Oelpua.
Masyarakat di desa Noelbaki memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah karena 2.023 jiwa (54,45%) mengenyam pendidikan cuma sebatas Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama 880 jiwa (23,69%), Sekolah Menengah Atas 721 jiwa (19,40%), dan yang melanjutkan sekolahnya hingga perguruan tinggi hanya 99 jiwa (2,66%).
Jumlah penduduk di Desa Noelbaki pada akhir tahun 2013 adalah sebanyak 6.637 jiwa yang terdiri laki-laki sebanyak 3.814 jiwa (57,46%) dan perempuan sebanyak 2.923 jiwa (42,53%). Penduduk Desa Nolebaki mayoritas bermata pencaharian di bidang pertanian yaitu sebagai petani atau peternak sebanyak 1.369 jiwa (50,76%) dari total 2.697 jiwa yang sudah bekerja. Sedangkan lainnya bekerja sebagai  Wiraswasta sebanyak 477 jiwa (17,68%), PNS sebanyak 381 jiwa (14,12%), dan TNI/POLRI sebanyak 12 jiwa (0,44%), Buruh 423 jiwa (15,68%), dan Nelayan 35 jiwa (1,30%)

2. Sikap Petani Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian
   Sikap merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek atau situasi yang di hadapinya, biasanya sikap tersebut bisa baik ataupun tidak baik. Sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki di pengarui oleh faktor internal dan eksternal, dimana faktor internalnya berasal dari dalam diri setiap individu seperti faktor umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, penghasilan dan pengalaman berusahatani sedangkan faktor eksternalnya berupa sifat objek yang diamati, sifat kelompok, kewibawaan seseorang, dan situasi.
   Hasil analisis data menunjukan bahwa skor rata-rata yang dimiliki responden adalah 38,7 dan pencapaian skor maksimum 77,4%  dengan perincian 9 orang (18%) memiliki sikap netral/ragu-ragu, 34 orang (68%) memiliki sikap tidak setuju, dan 7 orang (14%) memiliki sikap sangat tidak setuju. Dengan kata lain petani di Desa Noelbaki tidak setuju terhadap pengalifungsian lahan pertanian menjadi lahan non pertanian karena dianggapnya dapat mehilangkan mata pencaharian sebagian orang dan menurunkan produksi hasil pertanian, apa lagi dengan adanya pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berdiri di sekitar areal persawaan hal ini dianggap dapat merusak kesuburan tanah. Distribusi responden menurut tingkat kedinamisan kelompok disajikan data Tabel 1.

Tabel 1 : Rincian Distribusi Persentase Sikap Responden Terhadap AlihFungsi Lahan
   Pertanian
% Pencapaian Skor
Maksimum
Kategori Sikap
Jumlah
Persentase (%)
≥ 20 – 36
Sangat Setuju
-
-
> 36 – 52
Setuju
-
-
> 52 – 68
Netral/Ragu – Ragu
9
18
> 68 – 84
Tidak Setuju
34
68
> 84 – 100
Sangat Tidak Setuju
7
14
Jumlah
50
100
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2014












Karena dalam wawancara didapati adanya responden yang memiliki lahan pertanian dan yang tidak memiliki lahan pertanian, maka sikap dari kedua belah pihak pun penulis sajikan sebagai berikut : a) petani yang memiliki lahan mempunyai sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian dengan skor rata-rata 39,1 dan pencapaian skor maksimum 78,2%. Pencapaian skor maksimum tersebut termasuk dalam kategori tidak setuju ( > 68 – 84 ), dengan perincian 4 orang (11,5%) memiliki sikap netral/ragu-ragu, 25 orang (71,4%) memiliki sikap tidak setuju, dan 6 orang (17,1%) memiliki sikap sangat tidak setuju, b) petani yang tidak mimiliki lahanpun mempunyai sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian dengan skor rata-rata 37,6 dan pencapaian skor maksimum 75,3%. Pencapaian skor maksimum tersebut termasuk dalam kategori tidak setuju ( > 68 – 84 ), dengan perincian 5 orang (33,3%) memiliki sikap netral/ragu-ragu, 9 orang (60%) memiliki sikap tidak setuju, dan 1 orang (6,7%) memiliki sikap sangat tidak setuju.

Dari sejumlah faktor yang diduga memiliki hubungan dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki ternyata setelah diuji dengan alat analisis yang digunakan diketahui bahwa faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan dengan sikap tidak setujunya petani terhadap alih fungsi lahan pertanian adalah faktor pendidikan non formal, sedangkan faktor umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan formal, penghasilan, pengalaman berusahatani tidak memiliki hubungan dengan sikap tidak setujunya petani terhadap alih fungsi lahan pertanian.
Secara ringkas hasil analisis hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 : Hubungan Antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan Sikap Petani Terhadap
                Alih Fungsi Lahan Pertanian.
No
Hubungan
Koefisien
Korelasi
Nilai
t Hitung
Nilai
t Tabel
( É‘ 0,1%)
Kategori
1
Umur dan Sikap
0,000072
-0,00024
1,677
Tidak
Nyata
2
Jumlah Tanggungan Keluarag dan Sikap
0,205
1,452
1,677
Tidak
Nyata
3
Pendidikan Formal dan Sikap
0,123
0,862
1,677
Tidak
Nyata
4
Pendidikan Non Formal dan Sikap
0,360
2,678
1,677
Nyata
5
Penghasilan dan Sikap
0,115
0,114
1,677
Tidak
Nyata
6
Pengalaman Berusahatani dan Sikap
0,012
0,088
1,677
Tidak
Nyata
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2014

3.1. Hubungan Antara Umur Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Alih Fungsi
        Lahan Pertanian
         Berdasarkan data pada Tabel 2 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara umur dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,000072 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK = 0,00 tidak memiliki kekuatan hubungan, hal ini menunjukan bahwa antara umur dengan sikap tidak memiliki korelasi.
    Berdasarkan model analisis yang digunakan maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara umur dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (-0,00024 < 1,677). Artinya bahwa perbedaan umur antara responden yang dewasa dan lebih dewasa tidak berpengaruh terdapat sikapnya mengenai masalah pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.

3.2. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Keluarga Dengan Sikap Masyarakat
       Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian
       Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara jumlah tanggungan keluarga dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,205 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK > 0,00 – 0,20 memiliki kekuatan hubungan yang sangat lemah, hal ini menunjukan bahwa antara jumlah tanggungan keluarga dengan sikap memiliki korelasi tetapi sangat lemah.
       Berdasarkan model analisis yang digunakan maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara jumlah tanggungan keluarga dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (1,452 < 1,677). Artinya bahwa responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang sedikit ataupun banyak tidak menyebabkan adanya perbedaan sikap terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.

3.3. Hubungan Antara Pendidikan Formal Dengan Sikap Masyarakat Terhadap
           Alih Fungsi Lahan Pertanian
                 Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,123 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK > 0,00 – 0,20 memiliki kekuatan hubungan yang sangat lemah, hal ini menunjukan bahwa antara pendidikan formal dengan sikap memiliki korelasi tetapi sangat lemah.
          Berdasarkan model analisis yang digunakan maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara pendidikan formal dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (0,862 < 1,677). Artinya bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maupun rendah tidak berpengaruh terhadap pola pikirnya dalam hal mengenai pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang terjadi di Desa Noelbaki, hal tersebut ditunjang dengak banyaknya penduduk di Desa Noelbaki yang berpendidikan rendah cuma sebatas Sekolah Desar.

3.4. Hubungan Antara Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Masyarakat
           Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian
                      Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,360 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK > 0,20 – 0,40 memiliki kekuatan hubungan yang lemah tetapi pasti, hal ini menunjukan bahwa antara pendidikan non formal dengan sikap memiliki korelasi yang lemah tetapi pasti.
            Untuk memastikan apakah ada hubungan antara pendidikan non formal dengan sikap maka dilakukan pengujian lanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan ini diketahui memiliki hubungan yang nyata dimana  (t Hitung > t Tabel) atau ( 2,678 > 1,677 ). Artinya bahwa setiap responden yang pernah mengikuti pendidikan non formal dan yang tidak pernah mengikutinya maka akan mempengaruhi pola pikirnya dalam hal mengenai pentingnya keberadaan lahan pertanian, karena semakin banyak frekuensi penyuluhan yang diikuti petani maka petani tersebut akan lebih kritis dalam masalah pengalih fungsian lahan pertanian sehingga sikap mereka sudah dapat di pastikan tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.

3.5. Hubungan Antara Penghasilan Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Alih Fungsi
        Lahan Pertanian
     Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara penghasilan dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,115 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK > 0,00 – 0,20 memiliki kekuatan hubungan yang sangat lemah, hal ini menunjukan bahwa antara penghasilan dengan sikap memiliki korelasi tetapi sangat lemah.
          Berdasarkan model analisis yang digunakan maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara penghasilan dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (0,114 < 1,677). Artinya diantara responden yang berpenghasilan yang besar ataupun yang kecil tidak menyebabkan adanya perbedaan sikap mereka terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.

3.6. Hubungan Antara Pengalaman Berusahatani Dengan Sikap Masyarakat Terhadap
        Alih Fungsi Lahan Pertanian
   Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara pengalaman berusahatani dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,02 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK= 0,00 tidak memiliki kekuatan hubungan, hal ini menunjukan bahwa antara pengalaman berusahatani dengan sikap tidak memiliki korelasi.
           Berdasarkan model analisis yang digunakan maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara pengalaman berusahatani dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (0,088 < 1,677). Artinya bahwa adanya perbedaan pengalaman berusahatani yang bertahun-tahun antara responden yang satu dengan yang lain tidak berpengaruh terhadap sikap petani mengenai masalah pengalih fungsian lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan
    Non Pertanian di Desa Noelbaki
Dari hasil analisis diketahui bahwa alih fungsi lahan pertanian di Desa Noelbaki diakibatkan oleh beberapa faktor seperti dibawah ini:
§  Faktor ekonomi, seperti desakan akan kebutuhan hidup untuk biaya makan minum, sekolah, dan lain-lainnya.
§  Faktor budaya yakni pewarisan tanah kepada setiap anak sehingga menyebabkan terfragmentasinya lahan pertanian guna keperluhan masing-masing alih waris.
§  Faktor perilaku yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan sosial secara keseluruhan.
§  Lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran perundang-undangan mengenai perlindungan lahan pertanian.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pada umumnya responden memiliki sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang dengan skor rata-rata 3,87 atau pencapaian skor maksimum 77,4%. Dengan perincian sebagai berikut: netral/ragu-ragu 9 orang (18%) dan tidak setuju 34 orang (68%) dan sangat tidak setuju 7 orang (14%).
2.      Faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan yang nyata dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang adalah pendidikan non formal dengan nilai t hitungnya sebesar 2,678 yang lebih besar dari nilai t tabel 1,67. Sedangkan faktor sosial ekonomi lainnya seperti umur, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan formal, penghasilan, pengalaman berusahatani tidak memiliki hubungan yang nyata dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan  pertanian dengan nilai t hitung masing-masing -0,00024; 1,452; 0,862; 0,114; 0,846.
3.      Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang adalah faktor ekonomi, faktor perilaku, budaya dan lemahnya penegakan hukum.

Saran
Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.      Perlu dibuatnya peraturan daerah mengenai lokasi-lokasi pertanian abadi guna menjamin ketahanan pangan, sehingga secara langsung dapat melindungi daerah-daerah sentral pertanian tersebut dari para pengusaha yang ingin mengkonversi lahan tersebut kekeperluan lain diluar bidang pertanian.
2.      Perlu diberikan penyuluhan kepada petani mengenai pentingnya keberadaan lahan mereka ditengah-tengah kehidupan manusia.
3.      Bagi pemerintah dan aparat hukum terkait harus tegas dan kredibel dalam menjalankan aturan pelanggaran alih fungsi lahan pertanian.
4.      Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dampak keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terhadap penurunan tingkat kesuburan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Amtiran, M. 2003. Sikap Dan Persepsi Petani Terhadap Kelompok Tani Di Desa Baumata Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Skripsi, Fakultas Pertanian Undana, Kupang.
                
Kouttjie, L. 2013. Persepsi Petani Terhadap Padi Sawa Varietas Ciherang Pada Kelompok Tani Usaha Bersama Air Sagu Di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Skripsi, Fakultas Pertanian Undana, Kupang.

Levis, L.R. 2013. Metode Penelitian Perilaku Petani, Cet.I-Maumere: Penerbit Ledelero.

Monografi Desa Noelbaki Tahun 2013. Kabupaten Kupang.

Nasoetion, L. I. 2003. Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sanafiah, F. dan M.G. Waseso. 1982. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Siegel S. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Simatupang, P dan B. Irawan.2002. Pengendalian konversi lahan pertanian: Badan Litbang Deptan. Jakarta.

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

Sample Text

Sample text

Blogger templates

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

Social Icons

Mengenai Saya

Followers

Featured Posts

- Copyright © SEPUTAR DUNIA PERTANIAN -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -