SIKAP PETANI TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN NON PERTANIAN DI DESA NOELBAKI KECAMATAN KUPANG TENGAH KABUPATEN KUPANG
Minggu, 23 November 2014
Posted by Roxi
HASIL
PENELITIAN
SIKAP
PETANI TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
MENJADI
LAHAN NON PERTANIAN
DI
DESA NOELBAKI KECAMATAN KUPANG TENGAH
KABUPATEN
KUPANG
Oleh
Rucsy
Aditya Kale; Leta Rafael Levis; dan Alfetri N.P Lango
Unuversitas
Nusa Cendana Fakultas Pertanian
ABSTRACTS
This research was carried out at Noelbaki village, Kupang Center Subdistrict, Kupang Regency from June to July 2014. The aims of this research
were to know; 1) The attitudes of farmers towards conversion
of agricultural land into non agricultural
land; 2) The factors that
influence the attitudes farmers towards conversion of agricultural land into non agricultural land, and 3) The factors
were affecting the conversion of agricultural land into non agricultural land.
The survey method was used in this study.
The data used in this research are primary and secondary. The location of research was selected purposively due to the distance and cost
easily to reach, as well the indication of land conversion from agricultural
land into non agricultural land occurred and will be
continuing. The respodent were selected using Quata techniques
sampling, where from
5 hamlets in the
village of 10 people at Noelbaki taken so that
the number of samples totaling 50 people.
To answer the first purpose, the data was analyzed using a score
average later the classification with Likert scale. For
the second purpose, the data was analyzed using Spearman Rank Correlation. While the third objective,
the data was analyzed descriptively.
The results are : 1) The respondent did not agree to the conversion of agricultural land into non-agricultural
land; 2) The Socioeconomic factors that significantly influenced
to the attitude towards conversion of agricultural land into non
agricultural land were non formal education, whereas
age, family size, formal education, income earned were not significantly
influenced. The factors that influence
the occcurrence conversion of agricultural land into non
agricultural land were economic, cultural, behavioral, and lack of law enforcement.
Key Words : Attitudes Farmers, Conversion of Agricultural Land, Non Agricultural Land
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di
Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang pada bulan Juni sampai
dengan Juli 2014, dengan tujuan untuk mengetahui: (1) sikap petani terhadap
alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian; (2) Faktor- faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi
sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian;
(3) Faktor- faktor apa saja
yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian.
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode survei. Penentuan desa dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) dengan
pertimbangan bahwa Desa Noelbaki mudah dujangkau dari jarak
dan biaya serta adanya fakta alih fungsi lahan pertanian. Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan teknik Quata
Sampling, dimana dari 5 dusun yang ada di Desa Noelbaki diambil 10 orang
sehingga jumlah sampel seluruhnya berjumlah 50 orang. Untuk mengambil 50 orang
sampel digunakan sistem acak sederhana.
Untuk menjawab tujuan pertama, data dianalisis dengan menggunakan
skor rata-rata yang kemudian diklasifikasi dengan skala Likert, sedangkan untuk
tujuan yang kedua, data dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman,
dan tujuan yang ketiga data dianalisis secara deskriptif naratif.
Hasil penelitian
menunjukan bahwa petani memberikan sikap tidak setuju terhadap
alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dengan skor rata-rata
3,87. Faktor-faktor sosial
ekonomi yang berpengarui secara nyata dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian pada É‘
0,1% adalah pendidikan non formal. Sedangkan faktor umur, jumlah tanggungan
keluarga, pendidikan formal, penghasilan, pengalaman berusahatani tidak mempengaruhi secara nyata dengan sikap
petani terhadap alih fungsi lahan pertanian. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian adalah faktor ekonomi,
budaya, perilaku, dan lemahnya penegakan hukum.
Kata Kunci : Sikap Petani, Alih Fungsi Lahan Pertanian, Lahan Non Pertanian
PENDAHULUHAN
Sektor
pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam
perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam
sumbangannya terhadap pendapatan daerah, penyedia lapangan kerja dan penyediaan
pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian
besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka. Sehubungan
dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah satu kebijakan
nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian primer dalam
kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian sosial
ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi lahan pertanian
(Nasoetion, 2003).
Pembahasan
dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat mengurangi jumlah
lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak tahun 1990-an.
Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan pertanian belum
berhasil diwujudkan padahal berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan
masalah pengendalian konversi lahan sawah sudah banyak dikeluarkan. Dalam
beberapa hal alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lainnya bersifat
dilematis. Pertambahan penduduk dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang pesat di
beberapa wilayah memerlukan jumlah lahan yang mencukupi, namun demikian pertambahan jumlah penduduk juga memerlukan supply
bahan pangan yang lebih besar, yang berarti lahan pertanian juga lebih
luas, sementara total luas lahan yang ada berjumlah tetap. Sebagai akibatnya,
telah terjadi persaingan yang ketat dalam pemanfaatan lahan yang berakibat pada
meningkatnya nilai lahan (land rent) sehingga penggunaan lahan untuk
pertanian akan selalu dikalahkan oleh peruntukan lain seperti industri dan
perumahan (Anonim, 2012).
Di
sisi internal sektor pertanian
sendiri terdapat karakteristik dari usahatani itu sendiri yang belum sepenuhnya
mendukung kearah pelaksanaan pelestarian lahan pertanian yang ada. Sempitnya
rata-rata luas lahan yang diusahakan petani karena proses fragmentasi yang disebabkan sistem waris pecah-bagi makin
memarjinalkan kegiatan usahatani, sempitnya lahan berakibat pada tidak
tercukupinya hasil kegiatan usaha pertanian untuk menutupi kebutuhan hidup
sehari-hari, apalagi mencukupi mendorong penerapan teknologi baru untuk
peningkatan produktivitas. Akibatnya yang terjadi kemudian bukan modernisasi
(penerapan teknologi yang up to date) tapi penjualan lahan pertanian
untuk penggunaan lainnya (alih fungsi lahan pertanian). Hal lain yang
memperparah adalah dengan adanya desentralisasi maka daerah berlomba-lomba
untuk meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan daerah yang lebih besar. Sehingga
yang terjadi adalah daerah mengutamakan pengembangan sarana dan prasarana fisik
yang juga berakibat pada penggunaan lahan sawah secara langsung atau
peningkatan nilai lahan karena penawaran yang lebih baik (Simatupang, 2002).
Berdasarkan data yang
dicatat pemerintah Desa Noelbaki, pertumbuhan penduduk dari tahun 2011 dan 2012
meningkat dari 6.108 jiwa menjadi 6.315 jiwa, dan pada tahun 2013 meningkat
sebesar menjadi 6.537 jiwa, sehingga pertumbuhan penduduk Desa Noelbaki dari
tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 429 jiwa
(7,02%). Hal ini berbanding terbalik dengan luas lahan pertanian di Desa
Noelbaki yang mencatat penurunan luas lahan pertanian pada tahun 2011 seluas
1.117 Ha (pertanian lahan basah 463 Ha dan pertanian lahan kering 654 Ha)
menjadi 1.114 Ha (pertanian lahan basah 462 Ha dan pertanian lahan kering 652
Ha) dan pada tahun 2013 luas lahan pertanian yang tersisa tinggal 1.110 Ha
(pertanian lahan basah 460 Ha dan pertanian lahan kering 650 Ha) atau dengan
kata lain dalam kurung waktu tiga tahun belakangan ini luas lahan pertanian di
Desa Noelbaki menurun seluas 7 Ha (0,62%) (Monografi Desa Noelbaki, 2013).
Alih fungsi lahan
merupakan konsekuensi dari akibat meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk
serta pembangunan lainnya. Alih fungsi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang
wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun konversi lahan pada
kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang
masih produktif. Lahan pertanian dapat memberikan banyak manfaat seperti dari
segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun akibat konversi lahan tersebut
sehingga mengakibatkan sempitnya lahan pertanian yang akan mempengaruhi segi
ekonomi, sosial, dan lingkungan tersebut. Jika konversi lahan pertanian ke non
pertanian ini terus dilakukan dan tak terkendali, maka hal ini tidak hanya
menjadi masalah bagi petani di pedesaan tetapi juga menjadi masalah nasional.
Padahal peraturan
menganai pengendalian alih fungsi lahan pertanian menjadi menjadi lahan non
pertanian sudah ada dalam undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, yang sudah jelas dalam
pasalnya yang ke 44 mengatakan “Lahan yang sudah ditetapakan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialih fungsikan”. Hal
tersebut bertujuan menjaga ketersedian pangan melalui sistem dan proses dalam
merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina,
mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan
sehingga kemandirian pangan dapat terwujud.
Sebagai contoh alih
fungsi lahan sawa di Desa Noelbaki yang mulai terjadi sejak tahun 2011 dan
diikuti dengan pembangunan stasiun pengisihan bahan bakar umum (SPBU) yang
mulai dibangun awal tahun 2013.
Pembangunan SPBU ini secara langsung menghilangkan lahan pertanian dan secara
tidak langsung menghilangkan mata pencarian sebagian petani. Selain itu,
pembangunan SPBU berdampak pada perekonomian
masyarakat didaerah tersebut
sehingga menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang menolak dan mendukung
adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian selalu hidup
berdampingan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,
maka permasalahan penelitian yang perlu dikaji adalah :
1. Bagaimana sikap
masyarakat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di
Desa Noelbaki ?
2. Faktor- faktor sosial ekonomi apa yang
mempengaruhi sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian di Desa Noelbaki ?
3. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi
terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di
Desa Noelbaki ?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.
2. Faktor- faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi
sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian di Desa Noelbaki.
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya
alih fungsi lahan pertanian di Desa Noelbaki.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan
dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi
kepada pemerintah selaku penentu kebijakan yang berkaitan dengan masalah alih
fungsi lahan pertanian, agar dapat memperhatikan setiap lahan pertanian yang
terancam berubah fungsinya sehingga kegiatan pertanian tetap terpelihara dan
tidak tergesur oleh perkembangan zaman.
2. Sebagai bahan informasi
kepada petani agar dapat mempertahankan lahan pertaniannya, yang tidak saja
bermanfaat bagi petani dan keluarganya tetapi bagi masyarakat luas dan
lingkungan sekitar.
3. Sebagai bahan informasi
kepada pihak lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan.
METODE PENELITIA
Penelitian ini
dilakukan dengan metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan
responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja (purposive sampling)
dengan dasar pertimbangan bahwa desa ini mudah
dujangkau dari jarak dan biaya serta adanya fakta alih fungsi lahan pertanian.,
dan sebagian besar (42,86%) masyarakat di Desa Tuapukan bekerja di sektor pertanian
sebagai petani (Profil Desa Noelbaki,
2013).
Pengambilan
sampel menggunakan teknik Quata Sampling
artinya jumlah responden yang diambil disetiap dusun sama jumlahnya, karena di
desa ini terdapat lima dusun maka masing-masing dusun diambil sebanyak 10
orang, sehingga jumlah sampel seluruhnya berjumlah 50 orang. Penentuan
responden melalui sistem acak sederhana, artinya ke 10 orang yang diambil dari
setiap dusun dipilih secara acak, dan setiap orang yang berada dimasing-masing
dusun memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden.
Kegiatan
pengumpulan data penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Noelbaki Kecamatan
Kupang Tengah Kabupaten Kupang dan berlangsung selama dua bulan yaitu bulan
Juni sampai dengan bulan Juli 2014
Data yang diperoleh ditabulasi sesuai
dengan tujuan penelitian:
1) Untuk
menjawab tujuan pertama yaitu mengetahui sikap petani
terhadap alih fungsi lahan pertanian di Desa Nolebaki digunakan
Analisis Skor Rata-Rata dengan pendekatan Skala
Likert lima kategori.
§
Untuk mengetahui apakah seorang
responden berada dalam kategori tertentu dalam aspek sikap maka dilakukan
perhitungan pencapaian skor maksimum sebagai berikut : pencapaian skor terendah
= 1/5 x 100; skor tertinggi = 5/5 x 100 =100 (Levis,2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Noelbaki
termaksud salah satu desa di Kecamtan Kupang Tengah Kabupaten Kupan dengan luas
wilayah 17,70 km², jarak desa dengan Ibukota Kecamatan yaitu 1 Km, sedangkan
jarak ke Ibukota Kabupaten 16 Km dan terletak pada ketinggian 10 m dpl. Dari
aspek klimatologis, Desa Noelbaki beriklim tropis dengan musim hujan yang
berlangsung mulai bulan November hingga bulam Maret dan musim kemarau
berlangsung antara bulan April sampai dengan bulan Oktober dengan rata-rata
curah hujan 1.000 – 1.300 mm/tahun, serta suhu udara rata-rata 35ºC. Secara
administratif, Desa Noelbaki memiliki batas wilayah sebagai berikut: Sebelah
Utara berbatasan dengan Teluk Kupang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa
Oelnasi, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mata Air, Sebelah Timur
berbatasan dengan Desa Tanah Merah dan Desa Oelpua.
Masyarakat di
desa Noelbaki memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah karena 2.023 jiwa
(54,45%) mengenyam pendidikan cuma sebatas Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama 880 jiwa (23,69%), Sekolah Menengah Atas 721 jiwa (19,40%), dan yang
melanjutkan sekolahnya hingga perguruan tinggi hanya 99 jiwa (2,66%).
Jumlah penduduk
di Desa Noelbaki pada akhir tahun 2013 adalah sebanyak 6.637 jiwa yang terdiri
laki-laki sebanyak 3.814 jiwa (57,46%) dan perempuan sebanyak 2.923 jiwa
(42,53%). Penduduk Desa Nolebaki mayoritas bermata pencaharian di bidang
pertanian yaitu sebagai petani atau peternak sebanyak 1.369 jiwa (50,76%) dari
total 2.697 jiwa yang sudah bekerja. Sedangkan lainnya bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 477 jiwa (17,68%), PNS
sebanyak 381 jiwa (14,12%), dan TNI/POLRI sebanyak 12 jiwa (0,44%), Buruh 423
jiwa (15,68%), dan Nelayan 35 jiwa (1,30%)
2.
Sikap Petani Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian
Sikap merupakan pandangan
seseorang terhadap suatu objek atau situasi yang di hadapinya, biasanya sikap
tersebut bisa baik ataupun tidak baik. Sikap petani terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki di pengarui oleh faktor
internal dan eksternal, dimana faktor internalnya berasal dari dalam diri
setiap individu seperti faktor umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan,
penghasilan dan pengalaman berusahatani sedangkan faktor eksternalnya berupa
sifat objek yang diamati, sifat kelompok, kewibawaan seseorang, dan situasi.
Hasil analisis data menunjukan bahwa skor
rata-rata yang dimiliki responden adalah 38,7 dan pencapaian skor
maksimum 77,4% dengan perincian 9 orang (18%) memiliki sikap netral/ragu-ragu, 34 orang (68%)
memiliki sikap tidak setuju, dan 7 orang (14%) memiliki sikap sangat tidak
setuju.
Dengan kata lain petani di Desa Noelbaki tidak setuju
terhadap pengalifungsian lahan pertanian menjadi lahan non pertanian karena
dianggapnya dapat mehilangkan mata pencaharian sebagian orang dan menurunkan
produksi hasil pertanian, apa lagi dengan adanya pembangunan Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berdiri di sekitar areal persawaan hal ini
dianggap dapat merusak kesuburan tanah. Distribusi responden menurut tingkat kedinamisan kelompok disajikan
data Tabel 1.
Tabel 1 : Rincian Distribusi Persentase
Sikap Responden Terhadap AlihFungsi Lahan
Pertanian
% Pencapaian
Skor
Maksimum
|
Kategori
Sikap
|
Jumlah
|
Persentase
(%)
|
≥ 20 – 36
|
Sangat Setuju
|
-
|
-
|
> 36 – 52
|
Setuju
|
-
|
-
|
> 52 – 68
|
Netral/Ragu – Ragu
|
9
|
18
|
> 68 – 84
|
Tidak Setuju
|
34
|
68
|
> 84 – 100
|
Sangat Tidak Setuju
|
7
|
14
|
Jumlah
|
50
|
100
|
|
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2014
|
Karena dalam wawancara didapati adanya
responden yang memiliki lahan pertanian dan yang tidak memiliki lahan
pertanian, maka sikap dari kedua belah pihak pun penulis sajikan sebagai
berikut : a) petani
yang memiliki lahan mempunyai sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan
pertanian dengan skor rata-rata 39,1 dan pencapaian skor maksimum 78,2%.
Pencapaian skor maksimum tersebut termasuk dalam kategori tidak setuju ( >
68 – 84 ), dengan perincian 4 orang (11,5%)
memiliki sikap netral/ragu-ragu, 25 orang (71,4%) memiliki sikap tidak setuju,
dan 6 orang (17,1%) memiliki sikap sangat tidak setuju, b) petani yang tidak
mimiliki lahanpun mempunyai sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian
dengan skor rata-rata 37,6 dan pencapaian skor maksimum 75,3%. Pencapaian skor
maksimum tersebut termasuk dalam kategori tidak setuju ( >
68 – 84 ), dengan perincian 5 orang (33,3%)
memiliki sikap netral/ragu-ragu, 9 orang (60%) memiliki sikap tidak setuju, dan
1 orang (6,7%) memiliki sikap sangat tidak setuju.
Dari sejumlah faktor yang
diduga memiliki hubungan dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki ternyata setelah diuji
dengan alat analisis yang digunakan diketahui bahwa faktor sosial ekonomi yang
memiliki hubungan dengan sikap tidak setujunya petani terhadap alih fungsi
lahan pertanian adalah faktor pendidikan non formal, sedangkan faktor umur,
jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan formal, penghasilan, pengalaman
berusahatani tidak memiliki hubungan dengan sikap tidak setujunya petani
terhadap alih fungsi lahan pertanian.
Secara ringkas hasil analisis hubungan antara faktor
sosial ekonomi dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian di Desa Noelbaki disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 : Hubungan Antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan
Sikap Petani Terhadap
Alih Fungsi
Lahan Pertanian.
No
|
Hubungan
|
Koefisien
Korelasi
|
Nilai
t Hitung
|
Nilai
t Tabel
(
É‘ 0,1%)
|
Kategori
|
1
|
Umur dan Sikap
|
0,000072
|
-0,00024
|
1,677
|
Tidak
Nyata
|
2
|
Jumlah Tanggungan Keluarag
dan Sikap
|
0,205
|
1,452
|
1,677
|
Tidak
Nyata
|
3
|
Pendidikan Formal dan
Sikap
|
0,123
|
0,862
|
1,677
|
Tidak
Nyata
|
4
|
Pendidikan Non Formal dan
Sikap
|
0,360
|
2,678
|
1,677
|
Nyata
|
5
|
Penghasilan dan Sikap
|
0,115
|
0,114
|
1,677
|
Tidak
Nyata
|
6
|
Pengalaman Berusahatani
dan Sikap
|
0,012
|
0,088
|
1,677
|
Tidak
Nyata
|
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2014
|
3.1. Hubungan Antara Umur Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Alih
Fungsi
Lahan Pertanian
Berdasarkan data
pada Tabel 2 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara umur
dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,000072 nilai tersebut jika dibandingkan
dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK = 0,00 tidak memiliki
kekuatan hubungan, hal ini menunjukan bahwa antara umur dengan sikap tidak
memiliki korelasi.
Berdasarkan model analisis yang digunakan
maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara
umur dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (-0,00024 < 1,677). Artinya bahwa perbedaan umur
antara responden yang dewasa dan lebih dewasa tidak berpengaruh terdapat
sikapnya mengenai masalah pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian di Desa Noelbaki.
3.2. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan
Keluarga Dengan Sikap Masyarakat
Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian
Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas
diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara jumlah tanggungan keluarga
dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,205 nilai tersebut jika dibandingkan
dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK > 0,00 – 0,20
memiliki kekuatan hubungan yang sangat lemah, hal ini menunjukan bahwa antara
jumlah tanggungan keluarga dengan sikap memiliki korelasi tetapi sangat lemah.
Berdasarkan model analisis yang digunakan
maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara
jumlah tanggungan keluarga dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata
dimana (t Hitung < t Tabel) atau (1,452 < 1,677).
Artinya bahwa responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang sedikit
ataupun banyak tidak menyebabkan adanya perbedaan sikap terhadap alih fungsi
lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.
3.3. Hubungan Antara Pendidikan Formal
Dengan Sikap Masyarakat Terhadap
Alih
Fungsi Lahan Pertanian
Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai
koefisiensi korelasi antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar
0,123 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien
korelasi dimana KK > 0,00 – 0,20 memiliki kekuatan hubungan yang sangat lemah,
hal ini menunjukan bahwa antara pendidikan formal dengan sikap memiliki
korelasi tetapi sangat lemah.
Berdasarkan model analisis yang digunakan
maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji t, dimana dalam pengujian lanjutan inipun diketahui bahwa antara
pendidikan formal dengan sikap tidak mempunyai hubungan yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (0,862 < 1,677). Artinya bahwa responden yang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maupun rendah tidak berpengaruh
terhadap pola pikirnya dalam hal mengenai pengalihan fungsi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian yang terjadi di Desa Noelbaki, hal tersebut
ditunjang dengak banyaknya penduduk di Desa Noelbaki yang berpendidikan rendah
cuma sebatas Sekolah Desar.
3.4. Hubungan Antara Pendidikan Non
Formal Dengan Sikap Masyarakat
Terhadap
Alih Fungsi Lahan Pertanian
Berdasarkan data
pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara
pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,360 nilai tersebut jika
dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana KK > 0,20 –
0,40 memiliki kekuatan hubungan yang lemah tetapi pasti, hal ini menunjukan bahwa
antara pendidikan non formal dengan sikap memiliki korelasi yang lemah tetapi
pasti.
Untuk memastikan
apakah ada hubungan antara pendidikan non formal dengan sikap maka dilakukan
pengujian lanjutkan dengan menggunakan uji t,
dimana dalam pengujian lanjutan ini diketahui memiliki hubungan yang nyata
dimana (t Hitung > t Tabel)
atau ( 2,678 > 1,677 ). Artinya bahwa setiap responden yang pernah mengikuti
pendidikan non formal dan yang tidak pernah mengikutinya maka akan mempengaruhi
pola pikirnya dalam hal mengenai pentingnya keberadaan lahan pertanian, karena
semakin banyak frekuensi penyuluhan yang diikuti petani maka petani tersebut
akan lebih kritis dalam masalah pengalih fungsian lahan pertanian sehingga
sikap mereka sudah dapat di pastikan tidak setuju terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.
3.5. Hubungan Antara Penghasilan Dengan Sikap Masyarakat
Terhadap Alih Fungsi
Lahan Pertanian
Berdasarkan data pada Tabel
15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara penghasilan dengan
sikap petani terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian
di Desa Noelbaki sebesar 0,115 nilai tersebut jika dibandingkan dengan kriteria
penilaian koefisien korelasi dimana KK > 0,00 – 0,20 memiliki kekuatan
hubungan yang sangat lemah, hal ini menunjukan bahwa antara penghasilan dengan
sikap memiliki korelasi tetapi sangat lemah.
Berdasarkan model
analisis yang digunakan maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji
t, dimana dalam pengujian lanjutan
inipun diketahui bahwa antara penghasilan dengan sikap tidak mempunyai hubungan
yang nyata dimana (t Hitung < t Tabel) atau (0,114 < 1,677).
Artinya diantara responden yang berpenghasilan yang besar ataupun yang kecil
tidak menyebabkan adanya perbedaan sikap mereka terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.
3.6. Hubungan Antara Pengalaman Berusahatani Dengan Sikap
Masyarakat Terhadap
Alih Fungsi Lahan Pertanian
Berdasarkan
data pada Tabel 15 di atas diketahui bahwa nilai koefisiensi korelasi antara
pengalaman berusahatani dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki sebesar 0,02 nilai
tersebut jika dibandingkan dengan kriteria penilaian koefisien korelasi dimana
KK= 0,00 tidak memiliki kekuatan hubungan, hal ini menunjukan bahwa antara
pengalaman berusahatani dengan sikap tidak memiliki korelasi.
Berdasarkan model
analisis yang digunakan maka pengujian perlu dilanjutkan dengan menggunakan uji
t, dimana dalam pengujian lanjutan
inipun diketahui bahwa antara pengalaman berusahatani dengan sikap tidak
mempunyai hubungan yang nyata dimana (t
Hitung < t Tabel) atau (0,088 <
1,677). Artinya bahwa adanya perbedaan pengalaman berusahatani yang
bertahun-tahun antara responden yang satu dengan yang lain tidak berpengaruh
terhadap sikap petani mengenai masalah pengalih fungsian lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Alih
Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan
Non Pertanian di Desa Noelbaki
Dari
hasil analisis diketahui bahwa alih fungsi lahan pertanian di Desa Noelbaki
diakibatkan oleh beberapa faktor seperti dibawah ini:
§
Faktor ekonomi, seperti desakan akan kebutuhan hidup untuk biaya
makan minum, sekolah, dan lain-lainnya.
§ Faktor budaya yakni pewarisan tanah kepada
setiap anak sehingga menyebabkan terfragmentasinya lahan pertanian guna
keperluhan masing-masing alih waris.
§ Faktor perilaku yaitu
mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan kepentingan jangka
panjang dan kepentingan sosial secara keseluruhan.
§ Lemahnya penegakan
hukum terhadap pelanggaran perundang-undangan mengenai perlindungan lahan
pertanian.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pada umumnya responden memiliki sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten
Kupang dengan skor rata-rata 3,87 atau
pencapaian skor maksimum 77,4%. Dengan perincian sebagai berikut: netral/ragu-ragu 9 orang (18%) dan tidak setuju 34 orang (68%) dan sangat tidak setuju 7 orang (14%).
2.
Faktor sosial ekonomi yang
memiliki hubungan yang nyata dengan sikap petani terhadap alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah
Kabupaten Kupang adalah pendidikan non formal dengan nilai t hitungnya sebesar 2,678 yang lebih
besar dari nilai t
tabel 1,67. Sedangkan faktor sosial ekonomi lainnya seperti umur, jumlah
tanggungan keluarga, pendidikan formal, penghasilan, pengalaman berusahatani
tidak memiliki hubungan yang nyata dengan sikap petani terhadap alih fungsi
lahan pertanian dengan nilai t hitung masing-masing -0,00024; 1,452; 0,862;
0,114; 0,846.
3.
Faktor yang mempengaruhi
alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Desa Noelbaki
Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang adalah faktor ekonomi, faktor
perilaku, budaya dan
lemahnya penegakan hukum.
Saran
Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan hal-hal sebagai
berikut:
1.
Perlu dibuatnya peraturan
daerah mengenai lokasi-lokasi pertanian abadi guna menjamin ketahanan pangan,
sehingga secara langsung dapat melindungi daerah-daerah sentral pertanian
tersebut dari para pengusaha yang ingin mengkonversi lahan tersebut kekeperluan
lain diluar bidang pertanian.
2.
Perlu diberikan penyuluhan kepada petani mengenai pentingnya
keberadaan lahan mereka ditengah-tengah kehidupan
manusia.
3.
Bagi pemerintah dan aparat
hukum terkait harus tegas dan kredibel dalam menjalankan aturan pelanggaran alih fungsi lahan
pertanian.
4.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai dampak keberadaan Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU) terhadap penurunan tingkat kesuburan
tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Amtiran, M. 2003. Sikap Dan Persepsi Petani Terhadap Kelompok Tani Di Desa Baumata
Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Skripsi, Fakultas Pertanian
Undana, Kupang.
Kouttjie, L. 2013. Persepsi Petani Terhadap Padi Sawa Varietas Ciherang Pada Kelompok Tani
Usaha Bersama Air Sagu Di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Skripsi, Fakultas Pertanian Undana, Kupang.
Levis, L.R. 2013. Metode Penelitian Perilaku Petani, Cet.I-Maumere: Penerbit
Ledelero.
Monografi Desa Noelbaki Tahun 2013.
Kabupaten Kupang.
Nasoetion,
L. I. 2003. Konversi Lahan Pertanian:
Aspek Hukum dan Implementasinya. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Sanafiah, F. dan M.G. Waseso. 1982. Metodelogi Penelitian Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional.
Siegel S. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit PT
Gramedia. Jakarta.
Simatupang,
P dan B. Irawan.2002. Pengendalian
konversi lahan pertanian: Badan Litbang Deptan. Jakarta.